Pelanggaran Etika Bisnis
1. KORUPSI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata
kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan
tidak legalmenyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka
untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya
Menurut para ahli Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Menurut para ahli Syeh Hussein Alatas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 korupsi yaitu “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara…”
Menurut Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 korupsi yaitu “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara”.
Hubungan
Korupsi dengan Etika Bisnis
Hubungan korupsi dengan etika bisnis dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan sebagai suatu keadaan, di mana jika etika dipegang teguh sebagai landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti korupsi tidak akan terjadi.
Hubungan korupsi dengan etika bisnis dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan sebagai suatu keadaan, di mana jika etika dipegang teguh sebagai landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti korupsi tidak akan terjadi.
Korupsi
dan etika bisnis merupakan satu kesatuan. Jika kita sudah memahami betul apa
saja yang harus diperhatikan dalam berbisnis, maka tindakan korupsi tidak
mungkin dilakukan.tindakan korupsi jelas – jelas melanggar etika bisnis, karena
kegiatan tersebut sangatlah merugikan banyak pihak. Intinya kita harusmengerti
dulu apa saja etika dalam berbisnis, baru kita memulai bisnis. Agar bisnis kita
tidak melanggar peraturan.
Misalnya kode etik pada PNS yang merupakan norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS yang diharapkan dan dipertangung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara dan masyarakat dan tugas-tugas kedinasan, organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan individu-individu di dalam masyarakat.
Contoh
Kasus Korupsi:
Dakwaan
Kasus Korupsi E-KTP, Setya Novanto Diberi Jatah Rp 574 Miliar
Kamis, 9 Maret 2017 | 11:27 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Setya Novanto
disebut terlibat dalam kasus korupsi e-KTP. Setya Novanto diberi jatah Rp 574
miliar dari total nilai pengadaan e-KTP. Novanto diduga menjadi
pendorong disetujuinya anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan
Sugiharto.
"Setya Novanto dan Andi Agustinus alias Andi
Narogong mendapat bagian sebesar 11 persen, atau sejumlah Rp 574,2
miliar," ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Pada Februari 2010, setelah rapat pembahasan anggaran,
Irman dan Ketua Komisi II DPR, Burhanudin Napitupulu, membicarakan soal
bagi-bagi fee bagi anggota DPR. Tujuannya, agar usulan anggaran yang
diminta Kemendagri disetujui oleh Komisi II DPR.
Pada pertemuan berikutnya, Irman kembali menemui
Burhanudin dan disepakati bahwa pemberian fee untuk anggota Komisi II akan
diselesaikan oleh Andi Agustinus, alias Andi Narogong, pengusaha yang biasa
menjadi rekanan Kemendagri.
Selanjutnya, Andi dan Irman sepakat untuk menemui
Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, untuk mendapatkan kepastian
dukungan Partai Golkar dalam penentuan anggaran e-KTP. Novanto kemudian menyatakan
dukungannya terkait pengajuan anggaran proyek e-KTP.
Hal itu disampaikan Novanto saat bertemu Andi dan
Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini di Hotel Gran Melia, Jakarta.
Untuk mendapat kepastian mengenai dukungan Novanto,
Irman dan Andi menemui Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI. Dalam pertemuan itu,
Novanto mengatakan bahwa ia akan mengkoordinasikan dengan pimpinan fraksi
lainnya.
Selanjutnya, pada bulan Juli-Agustus 2010, saat DPR
mulai melakukan pembahasan RAPBN Tahun 2011, Andi Narogong beberapa kali
melakukan pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, khususnya Setya Novanto,
Muhammad Nazaruddin, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
"Anggota DPR tersebut dianggap representasi
Partai Golkar dan Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran
e-KTP," kata jaksa KPK.
Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa
anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun. Untuk merealisasikan fee
kepada anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas, dan
Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.
Kesepakatannya, sebesar 51 persen anggaran, atau
sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill
proyek. Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5
triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi
II DPR sebesar 5 persen.
Selain itu, kepada Setya Novanto dan Andi sebesar 11
persen, atau senilai Rp 574.200.000.000. Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin
sebesar 11 persen. Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan
pelaksana pekerjaan atau rekanan
2. PEMALSUAN
Contoh
Kasus Pemalsuan:
Bisnis pemalsuan
KTP Dibongkar, Dua Tersangka Dibekuk
Jumat, 14 Agustus 2015 | 11:49 WIB
JEMBER, KOMPAS.com - Dua pelaku pemalsuan sejumlah
dokumen Negara termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP), ditangkap aparat dari Tim
Resmob Satreskrim Polres Jember. Kedua tersangka itu adalah Eko Wahyudi (41)
dan M Faruq (38), warga Desa Ambulu, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember, Jawa
Timur.
Menurut Kepala Polres Jember Ajun Komisaris Besar
Polisi (AKBP) Sabilul Alif, dari tangan pelaku disita ratusan dokumen Negara
yang diduga kuat palsu. “Ada Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Ijazah, SIUP, TDP, Akta Kelahiran, Akta Cerai, dan beberapa dokumen lainnya,”
ungkap Alif, Jumat (14/8/2015).
Kedua pelaku ditangkap setelah petugas menyamar
sebagai pemesan KTP palsu kepada tersangka Faruq. “Setelah bertemu, akhirnya
kami langsung tangkap yang bersangkutan. Saat itu, dia membawa KTP palsu,” ujar
dia.
Setelah polisi melakukan pengembangan, ditangkap pula
seorang pelaku lainnya yakni Eko Wahyudi. “Jadi dua orang pelaku ini, memiliki
peran berbeda. Satu pelaku bertugas mencari konsumen, sementara satu pelaku
lainnya bertugas membuat dokumen palsu tersebut,” ujar Alif.
Saat ini, Polres Jember masih terus melakukan
pengembangan, dengan penangkapan kedua pelaku. “Kasus ini masih terus kita
kembangkan, sebab tidak menutup kemungkinan, masih ada pelaku lain dalam kasus
ini,” kata Alif lagi.
3. Pembajakan
Permasalahan etik dalam pembajakan adalah tidak menghargai hasil karya cipta seseorang yang menciptakan
produk unggul yang bermanfaat bagi semua orang, tiba-tiba dibajak atau ditiru
dengan mengambil karya orang lain untuk keuntungan diri sendiri.
Contohnya yang banyak beredar di masyarakat adalah pembajakan DVD/VCD dan pakaian
baju,kaos, celana yang dengan sengaja menciptakan merk yang sama tetapi
kualitas berbeda jauh dengan yang asli oleh karena itu produk bajakan harganya
sangat murah, masyarakat pun memilih untuk membeli produk bajakan karena
harganya murah dan tidak jauh berbeda kualitasnya dengan yang asli. mengapa hal
ini terjadi? karena tidak ada aturan yang baku untuk menahan gejolak ini,
bahkan pemerintah pun tidak mampu untuk menahan gejolak ini.
Peran serta negara pengusaha bahkan masyarakat sebagai konsumen yang
sangat dibutuhkan, kunci utama yang perlu ditekankan adalah kesadaran
masyarakat untuk membeli produk asli bukan bajakan, membeli produk asli akan
meningkatkan produktifitas pencipta dan memberikan kontribusi terhadap negara.
Contoh Kasus Pembajakan:
Jokowi Tantang Polisi Tangkap Mafia DVD Bajakan, Bukan
Cuma Pedagang Kecil
18/05/2015, 11:58 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah akan mulai menindak tegas praktik pembajakan yang sudah merajalela di negeri ini. Jokowi memerintahkan agar aparat penegak hukum tidak hanya mengejar pedagang kecil di jalanan, tetapi juga menghukum mafia besar yang mengeruk keuntungan dari bisnis itu.
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah akan mulai menindak tegas praktik pembajakan yang sudah merajalela di negeri ini. Jokowi memerintahkan agar aparat penegak hukum tidak hanya mengejar pedagang kecil di jalanan, tetapi juga menghukum mafia besar yang mengeruk keuntungan dari bisnis itu.
"Jangan yang dikejar-kejar itu pedagang di jalanan, yang kecil-kecil,
pemain besarnya saja kelihatan kok. Siapa? Kelihatan. Saya tanya saja pasti
tahu itu. Gebuk aja yang gede langsung!"
ujar Jokowi di hadapan para seniman yang tergabung dalam Asosiasi Industri
Rekaman Indonesia (ASIRI) dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan
Pemusik Republik Indonesia, Senin (18/5/2015).
Jokowi menilai bahwa selama ini penegakan hukum untuk berbagai kasus
dijalankan setengah hati. Untuk menghukum pelaku besar, kata Jokowi, terkadang
aparat masih berpikir dua kali. Dia mencontohkan dalam kasus illegal
fishing. Perintah penenggelaman kapal harus disampaikannya sebanyak tiga
kali baru dilakukan.
"Baru berani menenggelamkan, sudah perintah tiga kali," ucapnya.
Kasus pembajakan pun sama saja. Jokowi mengklaim hampir setiap hari membaca
hingga melihat pembajakan terjadi. Pembajakan itu tak hanya melalui keping CD,
MP3, hingga DVD, tetapi orang bisa leluasa mengunduh melalui jaringan internet.
"Sepertinya kuat-kuatan saja, mana yang kuat. Bosan-bosanan saja, mana
yang nanti akan bosan, penegak hukumnya atau pembajak. Paling tidak harus
ditekan sekecil-kecilnya. Ini yang saya sampaikan, saya perintah ke Kapolri,
seminggu atau 10 hari lalu," kata Jokowi.
Jokowi yakin aparat penegak hukum sudah mengetahui pola permainan, pemain,
hingga mafia besar yang ada di belakang praktik pembajakan. Namun, Jokowi
menantang Kapolri untuk berniat memberantas praktik ilegal itu.
"Saya tanya bapak ibu juga semua tahu tempatnya di mana, apalagi
penegak hukum, apalagi Kapolri, pasti tahu. Jangan ada yang jawab tidak tahu,
tahu semua. Persoalannya cuma satu, niat atau tidak niat, mau atau tidak mau,
hanya itu saja," ujar Jokowi.
Hadir dalam pertemuan Jokowi dengan kelompok seniman kali ini adalah
Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti. Adapun deretan artis yang hadir adalah
Bimbo, Marcel, Ashanti, Yovie Widianto, serta anggota DPR Anang Hermansyah.
4. Diskriminasi
Diskriminasi adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi
seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja. Dari data yang kami
himpun dari berbagai artikel, rupanya diskriminasi terhadap perempuan di dunia
kerja sampai saat ini masih banyak dijumpai di perusahaan-perusahaan.
Topik yang dipilih pun terkait wanita yang kami amati dari segi kasus
kehamilan, stereotype gender, dan agama (teruma muslim).
Penyebab terjadinya diskriminasi kerja, beberapa penyebab yang menimbulkan
adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya :
Pertama, adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang
umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki).
Kedua, adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja
domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas
melakukannya.
Ketiga, adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah
satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender,
contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan
Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada
istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak
mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
Keempat, masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia,
misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat
produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah
kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada
laki-laki.
Contoh Kasus Diskriminasi:
Lima kasus Diskriminasi
Terburuk Pascareformasi
Minggu, 23 Desember 2012 | 15:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Identitas keberagaman di
Indonesia terus diuji dengan beragam tindakan diskriminasi. Selama 14 tahun
setelah reformasi, setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang
terjadi di Indonesia. Yayasan Denny JA mencatat, dari jumlah itu paling banyak
kekerasan terjadi karena berlatar agama/paham agama sebanyak 65 persen.
Sisanya, secara berturut-turut adalah kekerasan etnis (20 persen), kekerasan
jender (15 persen), dan kekerasan orientasi seksual (5 persen).
"Semenjak reformasi, diskriminasi yang terjadi
lebih bersifat priomordial, komunal, bukan seperti diskriminasi ideologi yang
terjadi pada masa Orde Baru," ujar Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni
Kahar, Minggu (23/12/2012), dalam jumpa pers di Kantor Lingkaran Survei
Indonesia (LSI), di Jakarta.
Dari banyaknya kasus diskriminasi yang terjadi,
Yayasan Denny JA mendata setidaknya ada lima kasus diskriminasi terburuk pasca
14 tahun reformasi. Kelima kasus itu dinilai terburuk berdasarkan jumlah
korban, lama konflik, luas konflik, kerugian materi, dan frekuensi berita.
Setiap variabel diberikan nilai 1-5 kemudian dikalikan dengan bobot
masing-masing variabel. Pembobotan skor 50 diberikan pada variabel jumlah
korban, skor 40 untuk lamanya konflik, skor 30 untuk luas konflik, skor 20
untuk kerugian materi, dan skor 10 untuk frekuensi berita. Hasilnya, konflik
Ambon berada di posisi teratas, yakni dengan nilai 750, kemudian diikuti
konflik Sampit (520), kerusuhan Mei 1998 (490), pengungsian Ahmadiyah di
Mataram (470), dan konflik Lampung Selatan (330).
"Lima konflik terburuk ini setidaknya telah menghilangkan
nyawa 10.000 warga negara Indonesia," ucap Novriantoni.
Konflik Maluku menjadi konflik kekerasan dengan latar
agama yang telah menelan korban terbanyak, yakni 8.000-9.000 orang meninggal
dunia, dan telah menyebabkan kerugian materi 29.000 rumah terbakar, 45 masjid,
47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank hancur. Rentang konflik
yang terjadi juga yang paling lama, yakni sampai 4 tahun.
Sementara konflik Sampit yang berlatar belakang etnis,
yakni antara Dayak dan Madura, telah menyebabkan 469 orang meninggal dunia dan
108.000 orang mengungsi. Rentang konfliknya pun mencapai 10 hari. Konflik
kerusuhan di Jakarta yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 juga tidak kalah
hebatnya. Konflik ini menelan korban 1.217 orang meninggal dunia, 85 orang
diperkosa, dan 70.000 pengungsi. Meski hanya berlangsung tiga hari, kerugian
materi yang ditimbulkan mencapai sekitar Rp 2,5 triliun.
Konflik Ahmadiyah di Transito Mataram telah
menyebabkan 9 orang meninggal dunia, 8 orang luka-luka, 9 orang gangguan jiwa,
379 terusir, 9 orang dipaksa cerai, 3 orang keguguran, 61 orang putus sekolah,
45 orang dipersulit KTP, dan 322 orang dipaksa keluar Ahmadiyah. Meski tidak
menimbulkan korban jiwa yang besar, konflik ini mendapat sorotan media cukup
kuat dan rentang peristiwa pascakonflik selama 8 tahun yang tak jelas bagi
nasib para pengungsi.
Konflik kekerasan yang terjadi di Lampung Selatan
telah menimbulkan korban 14 orang meninggal dunia dan 1.700 pengungsi.
"Secara keseluruhan, negara terlihat mengabaikan konflik-konflik yang
sudah terjadi pelanggaran HAM berat. Dalam beberapa kasus bahkan tidak ada
pelaku atau otak pelaku kekerasan yang diusut," katanya.
Kesimpulan
Pelanggaran etika bisnis yang terjadi dimana-mana yang tersebar dalam
beberapa kasus yang terjadi dalam dunia bisnis. Banyak hal yang berhubungan
dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang
tidak bertanggung jawab yang mengakibatkan banyak kerugian bagi beberapa pihak
yang merasa dirugikan, hanya untuk dapat menguasai pasar,untuk memperluas
pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan dengan cara yang tidak jujur.
Padahal bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral supaya dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
Daftar Pustaka
Nama: Ratna Susantyningsih
Kelas: 3EA43
NPM: 18214949