Senin, 24 April 2017

HUBUNGAN ETIKA BISNIS DENGAN GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)



HUBUNGAN ETIKA BISNIS DENGAN GCG (GOOD CORPORATE GOVERNANCE)

Hasil gambar untuk hubungan etika bisnis dengan gcg
1. Latar Belakang
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah berkembang menjadi krisis multi dimensi termasuk perekonomian sehingga menyebabkan banyak perbankan dan perusahaan besar menjadi bangkrut akibat lemahnya implementasi good corporate governance. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan. Lemahnya implementasi good corporate governance akan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholders.

2. Pengertian Good Corporate Governance
Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis serta urusan-urusan perusahaan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan, dengan tujuan utama mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.

(Malaysian Finance Committee on Corporate Governance February 1999) Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

(Forum for Corporate Governance in Indonesia / FCGI) Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai Pemegang Saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika (Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002).

Good Corporate Governance juga merupakan sistem yang harus menjamin terpenuhinya kewajiban perusahaan kepada shareholders dan seluruh stakeholders, dan harus mampu bekerjasama dengan stakeholders dalam mencapai tujuan perusahaan. Buruknya hubungan perusahaan dengan stakeholders dapat menimbulkan hambatan dan gangguan pada jalannya operasi perusahaan.

3. Manfaat Good Corporate Governance
a.    Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
b.    Mendapatkan cost of capital yang lebih murah (debt/capital).
c.    Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
d.   Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder dan stakeholder terhadap perusahaan.
e.    Mempengaruhi harga saham secara positif.
f.     Meningkatkan kontribusi BUMN terhadap penerimaan Negara dalam bentuk pajak dan dividen, serta meningkatkan kesejahteraan karyawan.
g.    Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.

4. Konsep Good Corporate Governance
Konsep GCG pada intinya adalah:
a.    Pertama, internal balance antar organ perusahaan RUPS, komisaris, dan direksi dalam hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga perusahaan tersebut.
b.    Kedua, external balance yaitu pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders.

5. Unsur- Unsur Corporate Governance
GCG terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a.       Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
b.      Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
c.       Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d.      Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.

Pada intinya prinsip dasar GCG terdiri dari lima aspek yaitu:
a.       Transparancy, dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
b.      Accountability, adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
c.       Pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku
d.      Independency, atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e.       Fairness (kesetaraan dan kewajaran) yaitu pelakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara singkat telah disinggung di atas bahwa terdapat unsur-unsur corporate governance dari dalam perusahaan (dan yang selalu diperlukan dalam perusahaan) serta unsur-unsur yang ada diluar perusahaan (dan yang selalu diperlukan diluar perusahaan) yang bisa menjamin berfungsinya good corporate governance.
a.         Corporate Governance-Internal Perusahaan
Unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah:
1)    Pemegang saham
2)    Direksi
3)    Dewan komisaris
4)    Manajer
5)    Karyawan/ serikat pekerja
6)    Sistem Remunerasi berdasar kinerja
7)    Komite audit
Unsur-unsur yang selalu diperlukan didalam perusahaan, antara lain meliputi :
1)    Keterbukaan dan kerahasiaan
2)    Transparansi
3)    Accountability
4)    Fairness
5)    Aturan dari code of conduct
b.        Corporate Governance-External Perusahaan
Unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah:
1)    Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum
2)    Investor
3)    Institusi penyedia informasi
4)    Akuntan publik
5)    Institusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan
6)    Pemberi pinjaman
7)    Lembaga yang mengesahkan legalitas

6. Peran Good Corporate Governance Dalam Etika Bisnis
a. Nilai Etika Perusahaan ( Company Ethics Value)
Kepatuhan pada kode etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan dan para pimpinan perusahaanyang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham. Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerja sama. Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
a.    Informasi rahasia
Dalam informasi rahasia, seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang tidak berhak. Adanya kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

b.    Benturan Kepentingan (Conflict of interest)
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan.

Beberapa kode etik yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi.

Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja).

Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik. Akhirnya diharapkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.

b. Code of Corporate and Business Conduct
Kode etik dalam tingkah laku berbisnis diperusahaan (code of corporate and business conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan prakter-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dialakukan atas nama peusahaan. Dengan tujuan agar prinsip etika bisnis menjadi budaya perusahaan(corporate culture), maka seluruh karyawan dan para pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan mana yang tidak boleh dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas kode etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.

Governance terkait dengan sistem mekanisme hubungan yang mengatur dan menciptakan insentif yang pas diantara para pihak yang mempunyai kepentingan pada suatu perusahaanagar perusahaan dimaksud dapat mencapai tujuan-tujuan usahanya secara optimal. Corporate Governance itu adalah suatu sistem yang dibangun untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga tercipta tata hubungan yang baik, adil dan transparan di antara berbagai pihak yang terkait dan memiliki kepentingan (stakeholder) dalam perusahaan. Good Governance memiliki pengertian pengaturan yang baik, hal ini sebenarnya sangat erat kaitannya dengan pelaksanaaan etika yang baik dari perusahaan.

Konsep good governance berkaitan erat dengan konsep pembangunan, dimana keberlanjutan terhadap proses dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar melalui pemberdayaan sumber daya alam sesuai dengan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan komunitas sipil.

Ada 8 karakteristik dalam good governance yang saling mempengaruhi satu sama lain, dimana dalam keterkaitan antara 8 karakteristik ini dapat memberikan keleluasaan bagi kaum minoritas dan juga menekan superioritas dari kalangan penguasa.
1. Partisipasi
Dalam partisipasi pembangunan pemerintah mempunyai peran pentinguntuk melakukan pengaturan. Dimana sumber daya alam dan infrastruktur yang dikelola oleh pemerintah bersama swasta haruslah melibatkan masyarakat. Partisipasi dalam pemerintah dapat diwujudkan melalui:
a.       Partisipasi dari keuntungan yang didapat dari proyek dan kelompok yang terpengaruh serta mempengaruhi aktivitas berjalannya sebuah proyek.
b.      Meningkatkan hubungan antara publik dan sektor swasta, khususnya hubungan sosial ekonomiyang bersifat menguntungkan semua pihak. Dimana pemerintah bertindak sebagai fasilitator.
c.       Meberdayakan pemerintah lokal dengan kepemilikan proyek daerah yang dikenal dengan otonomi daerah.
d.      Menggunakan lembaga swadaya komunitas sebagai kendaraan alat untuk meraih keuntungan melalui sebuah proyek dimana lembaga ini bertindak sebagai pengawas jalannya proyek.
2. Aturan Hukum
Hukum Bertindak sebagai pengatur yang memiliki kekuatan untuk memaksa orang-orang yang terkait dalam pelaksanaan sebuah proses yang sedang berlangsung.Legalisasi dan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah menjadi factor penting untuk proses keberlangsungan kehidupan bernegara.
3. Transparansi
     Keputusan diambil dan dilakukan melalui aturan yang diikuti secara benar dan sangat terbuka pada hal-hal yang memang seharusnya bersifat terbuka. Informasi yang ada sangat bebas dan langsung dapatdiakses untuk keseluruhan anggota komunitas. Transparansi mengacu kepada ketersediaan dari informasi untukkomunitas umum dan penjelasan tentang aturan-aturan pemerintah, regulasi dan keputusan.
4. Responsif
Dalam kaidah good governance disini, responsif berarti menyediakan berbagai bentuk layanan kepada setiap komunitas yang tergabung dalam elemen-elemen stakeholder dalam memberikan tanggapan yang cepat terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi. Tolak ukur dalam segi pelayanan dapat dilihat melaluiproses birokrasi yang tidak berbelit-belit. Tingkat ukuran pengaturan yang baik dapat dilihat melalui kecepatan tanggap lembaga dalam menyelesaikan masalah tanpa harus melalui proses yang panjang. Mempertahankan sifat responsif dapat dipelihara melaluisistem pengawasan dan pemeriksaan sosial.
5.  Berorientasi konsensus
Pengaturan yang baik, pada dasarnya menggabungkan beberapa kepentingan dari beberapa kelompok sosial dalam satu sistem yang bersifat adil dan tidak memihak, kalaupun ada keberpihakan adalah pada etika dari hubungan sosial antar komunitas atau pihak yang saling berhubungan sosial. Berkaitan dengan kondisi komunitas Indonesia, makaorientasi konsensus ini menjadi sangat penting, dalam arti pengaturan harus dapat menjangkau segala kepentingan dansifat-sifat komunitas yang berbeda satu sama lain. Adanya perbedaan antar kelompok sosial dan komunitas yang menimbulkan konflik merupakan sebuah usaha bersamauntuk membentuk sesuatu yang dapat menampung aspirasi serta kebersamaan dalam memahami aturan yang sama.
6. Adil dan bersifat umum
Kategori adil dan bersifat umum harus dilandaskan pada etika yang dianut secara bersama, hal ini disebabkan karena keberagaman yang ada dalam komunitas di Indonesia. Dimana dalam hal ini tidak bisa dipaksakan kepentingan suatukomunitas tertentu terhadap komunitas yang lain, konsep satukeadilan bagi semua komunitas harus dapat diterapkan secara adil. Konsep pengaturan yang baik harus didasarkan pada pandangan keadilan yang merata bagi setiap komunitas. Hal ini berguna agar tidak terjadi konflik di kemudian harinya. Munculnya sifat pengaturan yang baik harus berdasarkan konsep yang umum, dimana pengaturan tidak didasarkan padasatu komunitas tertentu.
7.  Efektif dan efisien
Konsep efektifitas dalam good governance berarti suatuproses dan kelembagaan yang menghasilkan pertemuan antara kebutuhan di komunitas dengan menghasilkan sebuah outputyang berguna dan juga output yang tidak berguna. Efektifitas dalam hal ini bagaimana proses pengaturanyang baik mampu untuk menekan output yang tidak bergunamenjadi seminimal mungkin. Hal ini biasanya tampak pada pengelolaan sumber daya alam. Konsep efisiensi dalam konteks good governance artinya mencakup keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dansekaligus melindungi lingkungan. Dimana pemanfaatan sumberdaya alam harus memberikan dampak yang positif bagikomunitas yang ada disekitarnya.
8.  Pertanggung jawaban
Pertanggung jawaban sebagai kunci dari good governance.Tidak hanya kelembagaan pemerintah tetapi juga sektor swastadan organisasi masyarakat sipil harus dipertanggung jawabkan kepada komunitas dan juga kepada institusi mereka sebagai stakeholder.
8. Hubungan Etika Bisnis dengan GCG
Etika bisnis dan konsep good corporate governance merupakan hubungan berkesinambungan antara keduanya. Kode etik (konponen etika bisnis) harus ada dalam penerapan konsep good corporate governance. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.

Pedoman Etika Bisnis Perusahaan merupakan bagian dari Good Corporate Governance (GCG) karena untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Pedoman Etika Bisnis Perusahaan merupakan pedoman perilaku yang menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua pegawai dalam menerapkan nilai-nilai perusahaan serta membantu mereka untuk memecahkan dilema etika yang mereka hadapi dalam melaksanakan kegiatan bisnis. Penerapan etika bisnis juga menjadi bagian dari pengembangan budaya perusahaan, khususnya budaya kepatuhan dan antikorupsi. Pedoman ini diterbitkan dengan tujuan untuk :
a.        Memberikan kerangka kerja bagi organisasi untuk menerapkan program penerapan Etika Bisnis Perusahaan yang efektif, dan disertai cara untuk memantau dan menilai kinerja program tersebut.
b.        Memberikan panduan mengenai mekanisme Penyusunan, Perawatan, dan Pembentukan budaya perusahaan yang etis, patuh, dan antikorupsi melalui pendekatan etika dan pengaturan diri (self Regulatory approach).


KESIMPULAN
Etika bisnis dan konsep good corporate governance merupakan hubungan berkesinambungan antara keduanya. Kode etik (konponen etika bisnis) harus ada dalam penerapan konsep dan unsur-unsur good corporate governance. Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan.


REFERENSI

Sutedi, Andrian, 2011, Good Corporate Governance, Jakarta: Sinar Grafika
Offset.
Khairandy, Ridwan, 2007, Good Corporate Governance, Jakarta: PT. Buku Kita,
2007.
Sheridan, Thomas, Corporate Governance Pengendalian Perusahaan, Jakarta: PT
Elex Media Komputindo
http://rezarezadwirm.blogspot.com/2013



Nama : Ratna Susantyningsih
Kelas : 3EA43
NPM : 18214949

Senin, 10 April 2017

Hubungan dengan Budaya dan Etika


Etika bisnis

Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahamankita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnisharus dimulai dengan menyediakan rerangka prinsip-prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.etika dan bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secar umum dan menjelaskan orientasi umumterhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Hubungan etika dengan budaya
Etika merupakan bagian dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan. Ada banyak unsur kebudayaan lain. Norma, sistem nilai, pandangan dunia, filsafat, kesenian, ilmu pengetahuan, ekonomi, cita rasa, tingkah laku, sikap, tradisi dan kebiasaan-kebiasaan setempat, dan juga agama, dapat dianggap contoh-contoh yang dapat memperjelas persolaan kebudayaan.etika dan kebudayaan itu tidak dapat kisah pisahkan. Kedua nya saling melekat dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Karena ketika suatu komunitas itu menciptakan batasan dan aturan-aturan dalam etika tentu lah berdasarkan dari kebiasaan dan juga hukum yang berlaku di tempat tersebut. Karena terkadang suatu etika itu tidak lah berlaku sepanjang masa, tekadang terjadi pelapukan dan pemudaran nilai-nilai etika. Nah, untuk membentuk ataupun membuat batasan-batasan etika yang baru diperlukanlah kebudayaan karena kebudayaan itu merupakan kebiasaaan-kebiasaan yang berlaku pada suatu komunitas tertentu. Nah disinilah keterkaitan kebudayaan.karena ukuran etis, patut dan tidak patut, layak dan tidak layak, nista atau mulia, memalukan atau tidak perlu dianggap malu, semuanya merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan. Dan itu semua merupakan syarat untuk menciptakan etika
Dalam disiplin antropologi disadari bahwa manusia, setiap saat pada dasarnya disibukkan oleh urusan menciptakan etika, norma, tradisi, maupun pandangan dunia. Dengan ringkas dapat dikatakan, kita selalu sibuk menciptakan kebudayaan, karena suatu corak kebudyaan tertentu—di dalamnya ada etika tadi—sering mengalami proses pelapukan, memudar, tak lagi akomodatif, dan tertinggal dari perkembangan zaman yang terus berputar dan berubah secara sangat cepat. Kita membutuhkan sikap, cara pandang, perilaku, nilai-nilai, etika, norma dan tradisi yang lebih baru, yang dapat memberi kita rasa nyaman dalam merespon perkembangan zaman tadi. Dengan kata lain kita membutuhkan kebudayaan—sekaligus dengan unsur etikanya tadi—untuk bisa menjaga kelangsungan hidup di tengah perputaran dan perubahan-perubahanzaman. 

Maka agar kebutuhan itu terpenuhi kita harus kreatif mencipta. Mungkin mencipta etika, hanya sebagian, mungkin mencipta kebudayaan secara keseluruhan.sudah dijelaskan sebelumnya bahwa etika—apa yang etis dan tidak etis, pantas dan tidak pantas, atau sopan atau tidak sopan, sering tak terpisah, overlap, dengan norma hukum. Di sini berarti, bila kita menciptakan etika, sekaligus kita menciptakan hukum. Bagi manusia yang “berbudaya”, yang menjaga tata aturan hidup dari urusan sopan dantidak sopan, layak dan tidak layak, maka perkara malu dan tidak malu, pantas dan tidak pantas, nista atau mulia, merupakan perkara penting dan sensitif, dan dijaga dengan baik agar segenap tingkah lakunya tak tercemar dari sudut etika tadi. Maka dari itu, jelaslah bahwa manusia itu membutuhkan kebudayaan dan juga aturan–aturan etika agar bisa mengikuti perkembangan zaman.maka agar kebutuhan itu terpenuhi kita harus kreatif mencipta. Mungkin mencipta etika, hanya sebagian, mungkin mencipta kebudayaan secara keseluruhan.
Etika bisnis 
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus– lebih penting– etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.
A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan. Hakekat standar moral :
a. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikansecara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
b. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
c. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
d. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
e. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalahdan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.
B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek. Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.

C. Etika bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan etika pada organisasi perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata? Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
1. Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia
2. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir daripilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.
E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi sepertiinternet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya. Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.
F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat.
Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita. Teknologi dan etika bisnisteknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.
1.2 Perkembangan Moral dan Penalaran Moral.
Perkembangan moral riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apayang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja,standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli psikologi, lawrence kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) level satu : tahap prakonvensional pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosialdan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : orientasi hukuman dan ketaatanpada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalahuntuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : orientasi instrumen dan relativitaspada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.
2) level dua : tahap konvensional pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap tiga : orientasi pada kesesuaian interpersonalpada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihatsebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap empat : orientasi pada hukum dan keteraturanbenar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
3) level tiga : tahap postkonvensional, otonom, atau berprinsip pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilaiyang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dannilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya.
Tahap lima : orientasi pada kontrak sosialtahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilaidan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap enam : orientasi pada prinsip etika yang universaltahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasisemua aturan dan tatanan moral yang lain.
Teori kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara atau masyarakat mereka. 

Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalampengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.
b. Penalaran Moral
Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral.
Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :
1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan olehstandar moral yang masuk akal. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi,atau prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai, atau menyalahkan.
2. Menganalisis penalaran moralada beberapa criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu : penalaran moral harus logis. Bukti factual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan  dan lengkap. Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.
1.3 Argumen yang Mendukung dan yang Menentang Etika Bisnis
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis.  

Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis : orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini :
pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus. Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : pertama, sebagian besarindustri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. 

Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. 

Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. 

Keempat, argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif.kedua, kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokusmengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh ale c. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb: sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen). Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyaikewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya.argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak. Etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajibanuntuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. 
Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasan-batasan moralitas. Untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum: etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum. Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hukum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum.namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.kasus etika dalam bisnis etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatursemua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. 

Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku etis. Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusiaterhadap manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Karena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsistendengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang masa. Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan lainnya? Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggungjawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada keuntungan. Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnisdari pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karenameruntuhkan hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung. Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akanmenilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis.Pelanggan akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. 

Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif. Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.
1.4 Tanggung Jawab Dan Kewajiban Moral
Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek merugikan yang telah diketahui;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya. Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
1. Ketidaktahuan
2. Ketidakmampuan
Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuandan ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui persoalan tertentu.Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yangmenyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. 

Sejauh lingkungan menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugiantertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang memperingan mencakup :
• Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin tentang apa yang sedang dia lakukan (hal tersebut mempengaruhi pengetahuan seseorang)
• Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
• Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan sampai dimana seseorangbenar-benar menyebabkan kerugian).
Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan. Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
1.Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan sadar.
2.Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh ketidaktahuan dan ketidakmampuan
3.Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
• Ketidak pastian
• Kesulitan Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana hal-hal tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketigafactor pertama tadi dapat meringankan.Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidakpernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi
A. Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu? Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab. Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama,tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu. Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, jurutulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan danketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
B. Tanggung Jawab Bawahan
Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka. Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka ketahui salah. Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu. Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dansadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaatiperintah melakukan apapun yang tidak bermoral. Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung jawabsecara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.


Sumber:
https://www.scribd.com/doc/45031801/Hubungan-etika-dengan-Budaya