BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan adil dan mentaati kaidah-kaidah etika dan agama sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan kegiatan kerja sehari-hari dengan dilandasi moral
yang luhur, jujur, terbuka dan sikap yang profesional. Lebih luas lagi, etika
bisnis yang diatur oleh hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi
dibandingkan standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis
seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pasar dan Perlindungan Konsumen
Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan
konsumen, keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila
disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan
terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317).
Dalam teori, konsumen yang menginginkan informasi bisa
mencarinya di organisasi-organisasi seperti consumers union, yang berbisnis
memperoleh dan menjual informasi. Dengan kata lain, mekanisme pasar perlu
menciptakan pasar informasi konsumen jika itu yang diinginkan konsumen.(
Velazquez,2005: 319).
Dengan adanya pasar bebas dan
kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen secara otomatis terlindungi
dari kerugian sehingga pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlumengambil
langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasar bebas
mendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang yang dalam artian
tertentu,adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum bagi
orang-orang yang berpartisipasi dalam pasar, berdasarkan kenyataan yang tidak
dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh kehidupan semua manusia, maka dari
perspektif etis, bisnis diharapkan bahwa dituntut untuk menawarkan sesuatu yang
berguna bagi manusia dan tidak sekadar menawarkan sesuatu yang merugikan hanya
demi memperoleh keuntungan. Termasuk didalamnya para pelaku bisnis dilarang
untuk menawarkan sesuatu yang dianggap merugikan manusia.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Itu berarti pada akhirnya etika bisnis semakin dianggap serius oleh para pelaku bisnis modern yang kompetitif. Dengan kata lain, kenyataan bahwa dalam pasar yang bebas dan terbuka hanya mereka yang unggul, termasuk unggul dalam melayani konsumen secara baik dan memuaskan, akan benar-benar keluar sebagai pemenang. Maka kalau pasar benar-benar adalah sebuah medan pertempuran, pertempuran pasar adalah pertempuran keunggulan yang fair, termasuk keunggulan nilai yang menguntungkan banyak pihak termasuk konsumen.
A. Pasar
Pasar adalah tempat
bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau
jasa. Menurut ilmu ekonomi, pasar berkaitan dengan kegiatannya bukan tempatnya.
Ciri khas sebuah pasar adalah adanya kegiatan transaksi atau jual beli. Para
konsumen datang ke pasar untuk berbelanja dengan membawa uang untuk membayar
harganya. Stanton, mengemukakan pengertian pasar yang lebih luas.
B. Perlindungan Konsumen
Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen.
Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
Perangkat Hukum
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan
bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan
barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidakdiskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Di Indonesia, dasar
hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang Undang Dasar
1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan
Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang
No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha
Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999
Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001
tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan
Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang
ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan
Konsumen
Pengertian Konsumen
1) Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 :
“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
2) Menurut Hornby :
“Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli
barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli
barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang
menggunakan barang atau jasa”.
Konsumen Akhir
Yang dimaksud Konsumen Akhir :
a) Menurut BPHN (Badan Pembinaan
Hukum Nasional) : “Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri
sendiri atau orang lain dan tidak diperjualbelikan”
b) Menurut YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia): “Pemakai Barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi
keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali”.
c) Menurut KUH Perdata Baru Belanda
: “orang alamiah yang mengadakan perjanjian tidak bertindak selaku orang yang
menjalankan profesi atau perusahaan”.
Perlindungan Konsumen Di Indonesia
Kata-kata “Perlindungan Konsumen” bukan lagi merupakan
istilah atau kata baru dalam kehidupan kita sehari-hari. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen pun telah diundangkan sejak tahun 1999 di bawah
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang
tersebut pun telah diberlakukan sejak tanggal diundangkannya. Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia telah berdiri jauh sebelum Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dibidani dan dilahirkan. Namun demikian perlindungan konsumen di
Indonesia masih jauh dari pengharapan. Tulisan ini dibuat untuk memberikan
pemahaman lagi bagi konsumen dan pelaku usaha di Indonesia mengenai pentingnya
perlindungan konsumen bagi semua, tidak hanya konsumen tetapi juga pelaku
usaha, karena eksistensi atau keberadaan perlindungan konsumen yang baik akan
menciptakan sustainability bagi pelaku usaha untuk jangka waktu yang panjang.
Yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen . Dalam Black s Law Didtionary edisi 6 dikatakan bahwa
“Consumer protection refers to laws designed to aid retail consumers of goods
and services that have been improperly manufactured, delivered, performed,
handled, or described. Such laws provide the retail consumer with additional
protections and remedies not generally provided to merchant and others who engaged
in business transactions, on the premise that consumers do not enjoy an
arms-length” bargaining position with respect to the businessmen with whom they
deal and therefore should not be strictly limited by the legal rules that
govern recovery for damages among businessmen.”
Jadi perlindungan konsumen ini adalah suatu upaya
(dalam lapangan hukum) yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen
tersebut mulai melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan
atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk menggunakan barang dan jasa
dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu, hingga akibat yang terjadi
setelah barang dan jasa tersebut dipergunakan oleh konsumen. Yang disebut
terdahulu, yaitu upaya perlindungan pada saat konsumen tersebut mulai melakukan
proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa disebut upaya
preventif; sedangkan upaya selanjutnya disebut dengan upaya kuratif.
Konsumen dilindungi dari setiap tindakan atau
perbuatan dari produsen barang dan atau jasa, importer, distributor penjual dan
setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang dan jasa ini, yang pada
umumnya disebut dengan nama pelaku usaha.
Ada dua
jenis perlindungan yang diberikan kepada konsumen, yaitu perlindungan priventlf
dan perlindungan kuratif Perlindungan preventif adalah perlindungan yang
diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut akan membeli atau
menggunakan atau memanfaatkan suatu barang dan atau jasa tertentu, mulai
melakukan proses pemilihan serangkaian atau sejumlah barang dan atau jasa
tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk membeli, atau menggunakan atau
memanfaatkan barang dan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek tertentu
tersebut.
Perlindungan kuratif adalah perlindungan yang
diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari penggunaan atau pemanfaatan
barang atau jasa tertentu oleh konsumen.Dalam hal
ini perlu diperhatikan bahwa konsumen belum tentu dan tidak perlu serta tidak
boleh dipersamakan dengan pembeli barang dan atau jasa, meskipun pada umumnya
konsumen adalah mereka yang membeli suatu barang atau jasa. Dalam hal ini
seseorang dikatakan konsumen, cukup jika orang tersebut adalah pengguna atau
pemanfaat atau penikmat dari suatu barang atau jasa, tidak peduli ia
mendapatkannya melalui pembelian atau pemberian.
2.2. Etika Iklan
Untuk
membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis.
Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan
kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh
semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki
etika, baik moral maupun bisnis. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI)
Ciri-Ciri Iklan yang Baik
1. Etis: berkaitan dengan
kepantasan.
2. Estetis: berkaitan dengan
kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
3. Artistik: bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak.
Contoh Penerapan Etika
1. Iklan rokok: Tidak menampakkan
secara eksplisit orang merokok.
2. Iklan pembalut wanita: Tidak
memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita
tersebut
3. Iklan sabun mandi: Tidak dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika Secara Umum
· Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai
dengan kondisi produk yang diiklankan
· Tidak memicu konflik SARA
· Tidak mengandung pornografi
· Tidak bertentangan dengan norma-norma yang
berlaku.
· Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling
menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
· Tidak plagiat
2.3 Privasi Konsumen
Kebebasan Konsumen Dalam Etika
Teknologi komunikasi selalu berkembang mengikuti apa
yang diinginkan oleh manusia. Informasi dan pesan yang disampaikan semakin
beragam. Cara- cara penyampaiannya semakin beragam pula. Untuk membuat semua
hal tersebut tetap berada di koridor yang tepat, butuh suatu peraturan yang
menjadi landasannya.
Masyarakat sebagai konsumen dari produk- produk
komunikasi harus mendapat perlindungan dan pelayanan yang baik. Pemerintah yang
bertanggung jawab menjamin adanya hal tersebut harus mampu mengeluarkan
regulasi yang pro-masyarakat. Pemerintah harus mampu mengatur jalannya
pemanfaatan teknologi komunikasi yang tidak merugikan masyarakat.
Perlu ada tatanan kebijakan dan hukum yang tepat bagi
penyelenggaraan kegiatan komunikasi. Mengenai definisinya, antara kebijakan dan
hukum punya arti yang berbeda. Kebijakan adalah keputusan yang dibuat
pemerintah dan masyarakat untuk menentukan struktur media dan mengaturnya
sehingga mereka punya kontribusi yang bagus bagi masyarakat. Sementara hukum
adalah peraturan yang dibuat para legislatif dan diperkuat dengan dibentuknya
suatu lembaga negara.
Selain itu yang perlu ditekankan dalam media adalah
menghindari penyampaian informasi yang mengandung fitnah serta
ketidaksenonohan. Fitnah adalah suatu penulisan atau pemberitaan atau
penginformasian yang isinya tidak sesuai dengan kenyataan dan menghancurkan
reputasi atau nama baik pihak tertentu. Sedangkan ketidaksenonohan misalnya
adalah munculnya kata- kata kotor dalam media.
Peraturan tentang privasi juga perlu diperhatikan oleh
media. Media tidak boleh mengekspose terlalu dalam kehidupan seseorang atau
narasumber. Apalagi sudah di luar konteks informasi utama yang dicari untuk
bahan berita.
Mengenai persaingan pasar, banyak pula berbagai
peraturan yang muncul. Hal ini sangat krusial karena media berperan
menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan harus
kredibel, netral dan bukan merupakan kepentingan dari pihak- pihak tertentu.
Contohnya adalah peraturan mengenai pembatasan kepemilikan stasiun TV. Di
Amerika Serikat, suatu grup media tidak boleh memiliki stasiun televisi atau
beberapa stasiun televisi yang apabila dijumlahkan punya pangsa pasar lebih
dari 39%.
Berbagai peraturan ketat seperti yang diuraikan diatas
merupakan implikasi dari kebebasan yang sudah di dapatkan oleh media. Media
harus mempunyai rasa tanggung jawab dalam mengemban kebebasan itu dengan tetap
melakukan penyebarluasan informasi yang kredibel. Selain aturan, hal lain yang
krusial dan harus diperhatikan dalam aktivitas media adalah etika.
2.4 Multimedia Etika Bisnis
Pada awalnya multimedia hanya mencakup media yang
menjadi konsumsi indra penglihatan (gambar diam, teks, gambar gerak video, dan
gambar gerak rekaan/animasi), dan konsumsi indra pendengaran (suara). Dalam
perkembangannya multimedia mencakup juga kinetik (gerak) dan bau yang merupakan
konsupsi indra penciuman. Multimedia mulai memasukkan unsur kinetik sejak
diaplikasikan pada pertunjukan film 3 dimensi yang digabungkan dengan gerakan
pada kursi tempat duduk penonton. Kinetik dan film 3 dimensi membangkitkan sense realistis.
Pengertian multimedia ialah penyampaian suatu
berita yang meyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video
sama dengan apa yang biasa kita sebut dengan media cetak, media elektronik, dan
media online.yang menggunakan alat bantu (tool) dan koneksi
(link) sehingga pengguna bisa mengetahui apa yang ditampilkan dalam
multimedia tersebut (biasanya multimedia sering digunakan dalam dunia hiburan).
Multimedia dimanfaatkan juga dalam dunia pendidikan dan bisnis. Di dunia pendidikan, multimedia
digunakan sebagai media pengajaran, baik dalam kelas maupun secara
sendiri-sendiri. Di dunia bisnis,
multimedia digunakan sebagai media profil perusahaan, profil produk,
bahkan sebagai media kios informasi dan pelatihan dalam
sistem e-learning.
Elemen-elemen dari multimedia biasanya digabung
menjadi satu menggunakan Authoring Tools. Perangkat ini memiliki kemampuan
untuk mengedit teks dan gambar, juga dilengkapi dengan kemampuan berinteraksi
dengan Video Disc Player (VCD), Video Tape Player dan alat-alat lain yang
berhubungan dengan project. Suara atau video yang telah diedit akan dimasukkan
ke dalam Authoring System untuk dimainkan kembali. Jumlah bagian yang dimainkan
ulang dan dipresentasikan disebut Human Interface. Sedangkan perangkat keras
dan perangkat lunak yang menentukan apa yang akan terjadi dalam suatu project
disebut Multimedia Platform atau Environment.
Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui
multimedia. Bisnis multimedia berperan penting dalam menyebarkan informasi,
karena multimedia is the using of media variety to fulfill communications
goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph, audio, video, and animation. Bicara
mengenai bisnis multimedia, tidak bisa lepas dari stasiun TV, koran, majalah,
buku, radio, internet provider, event organizer,
advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting
dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan
yang menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan
populer. Sebagai saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai
pembentuk sirat konsumerisme. Etika berbisnis dalam multimedia didasarkan pada
pertimbangan:
a. Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya
termasuk corporate governance, kebijakan keputusan,
manajemen keuangan, produk dan pemasaran serta kode etik.
b.Tanggung jawab sosial, yang merujuk pada peranan
bisnis dalam lingkungannya, pemerintah
lokal dan nasional, dan
kondisi bagi pekerja.
c. Hak dan kepentingan stakeholder, yang
ditujukan pada mereka yang memiliki andil dalam perusahaan, termasuk pemegang
saham,owners, para eksekutif, pelanggan, supplier dan
pesaing.
Etika dalam berbisnis tidak dapat diabaikan, sehingga
pelaku bisnis khususnya multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik
yang harus disepakati oleh stakeholder, termasuk
di dalamnya production house, stasiun TV,
radio, penerbit buku, media masa, internet provider, event
organizer, advertising agency, dll.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat
dengan mencoba untuk memandu pembentukan kultur melalui kurikulum pendidikan,
perayaan liburan nasional, dan mengendalikan dengan seksama media masa,
organisasi sosial dan tata ruang kota.
Media masa pun sangat berperan penting dalam hal ini,
karena merekalah yang menginformasikan kepada masyarakat, merekalah yang bisa
membentuk opini baik ataupun buruk dari masyarakat, hendaknya media menjadi
sarana untuk menghibur, sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat.
2.5 Etika Produksi
Produksi adalah menghasilkan kekayaan melalui
eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan atau bila kita
artikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah
nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada
sehingga dalam berproduksi kita pun harus mempunyai etika yang dapat melindungi
konsumen dan menguntungkan produsen.
Etika dalam produksi perlu karena semua pekerjaan
harus ada dasar etika nya apalagi di dalam produksi sangatlah diperlukan guna
untuk dapat mengetahui maksud dan tujuan produksi atau unuk dimengerti oleh teman
bisnis atau lawan bisnis jika tidak terdapat etika dalam produksi dikhawatirkan
akan terjadi cara atau produksi yang tidak sehat atau yang tidak sesuai dengan
harapan.
Oleh karena itu sangatlah penting etika dalam produksi
dengan adanya sistem etika dalam produksi si pelaku bisnis atau dalam melakukan
produksi dapat memahami cara produksi dan bagaimana ia menjalani produksiyang
sesuai dengan etika atau peraturan yang berlaku baik bagi si pelaku bisnis
ataupun bagi dalam produksi yang menggunakan etika bisnis didalam nya itulah
tadi secara singkat sistem. Etika bisnis di dalam produksi yang kami ketahui
semoga dengan adanya sistem etika dalam produksi dapat menambah cara bisnis dan
etika produksi yang sehat.
2.6 Pemanfaatan SDM
Langkah terakhir dari proses manajemen sumber daya
manusia adalah pemanfaatan tenaga kerja. Langkah ini pada dasarnya merupakan
upaya untuk memelihara tenaga kerja agar senantiasa sejalan dengan perencanaan
strategis perusahaan. Produktivitas, efektivitsas, dan efisiensi merupakan kata
kunci yang senantiasa diharapkan dapat diperlihatkan oleh tenaga kerja.
Perusahaan biasanya melakukan beberapa program untuk tetap memastikan tenaga
kerjanya senantiasa sesuai dengan perencanaan strategis perusahaan,
diantaranya :
a. Promosi adalah proses pemindahan tenaga kerja ke posisi yang lebih tinggi secara
struktural dalam organisasi perusahaan, biasanya kita sebut dengan istilah
“naik pangkat” atau “naik jabatan”.
b. Demosi atau
penurunan tenaga kerja kepada bagian kerja yang lebih rendah yang biasanya
disebabkan karena adanya penurunan kualitas tenaga kerja dalam pekerjaaannya.
c. Transfer merupakan
upaya untuk memindahkan tenaga kerja ke bagian yang lain, yang diharapkan
tenaga kerja tersebut bisa lebih produktif setelah mengalami transfer.
d. Separasi merupakan upaya perusahaan
untuk melakukan pemindahan lingkungan kerja tertentu dari tenaga kerja ke
lingkungan yang lain, biasanya dilakukan sekiranya terdapat konflik atau
masalah yang timbul dari tenaga kerja, dilakukan untuk meminimalkan atau
menghilangkan konflik tersebut sehingga tidak mengganggu jalanya
operasionalisasi perusahaan.
Keseluruhan manajemen sumber daya manusia yang
dijelaskan di atas pada dasarnya tetap memerlukan proses evaluasi yang
terus-menerus.Konsep evaluasi yang terus-menerus dan menyeluruh saat ini
dikenal dengan istilah Total Quality Management atau
TQM. Selain TQM ini diterapkan dalam proses produksi perusahaan, juga tidak
bisa diabaikan perlu diberlakukannya pada manajemen sumber dayamanusia.Hal ini dilakukan agar pencapaian tujuan
perusahaan secara jangka panjang melalui penyediaan dan pemeliharaan tenaga
kerjanya senantiasa terjamin.
2.7 Etika Kerja
Etika kerja adalah sistem nilai atau norma yang digunakan oleh seluruh
karyawan perusahaan, termasuk
pimpinannya dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Perusahaan dengan etika kerja
yang baik akan memiliki dan mengamalkan nilai-nilai, yakni : kejujuran,
keterbukaan, loyalitas kepada perusahaan, konsisten pada keputusan, dedikasi
kepada stakeholder, kerja sama yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab.
2.8 Hak-hak Pekerja
1. Hak Dasar Pekerja Dalam Hubungan Kerja
Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh,
meningkatkan dan mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Moral dan kesusilaan;
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia dan nilai-nilai agama. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi
annggota serikat pekerja. (Dasar hukum , UU 13/2003 UU 21/200 )
2. Hak Dasar Pekerja Atas Jaminan Sosial Dan K3
(Keselamatan Dan Kesehatan Kerja)
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Setiap pekerja dan
keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja yang meliputi :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, Keselamatan dan
kesehatan kerja.
Syarat-syarat Keselamatan dan
kesehatan kerja; Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan diragukan olehnya. (Dasar Hukum ,UU 13/2003, UU 3/1992, UU 1/1970, KEPRES
22/1993 PP 14/1993, PERMEN 04/1993 & PERMEN 01/1998)
3. Hak Dasar Pekerja Atas Perlindungan Upah
Setiap pekerja berhak untuk
memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1
(satu) tahun.
Peninjauan besarnya upah pekerja dengan
masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun Pengusaha dalam menetapkan upah tidak
boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya.
Pengusaha wajib membayar upah
kepada buruh, Jika buruh sendiri sakit sehingga tidak dapat melakukan
pekerjaannya. Pengusaha wajib membayar upah kepada buruh, Jika buruh tidak
masuk bekerja karena hal-hal sebagaimana dimaksud dibawah ini, dengan ketentuan
sbb :
a. Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga)
hari;
b. Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
c. Menghitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua)
hari;
d. membabtiskan anak, dibayar untuk selama 2 (dua)
hari
e. Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar
untuk selama 2 (dua) hari
f. Suami/Isteri, Orang tua/Mertua atau anak/menantu
meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari dan
g. Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,
dibayar untuk selama 1 hari
Pengusaha wajib membayar upah yang
biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena
sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan pekerjaan tersebut
buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tetapi
tidak melebihi 1 (satu) tahun.
Pengusaha wajib untuk tetap
membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi
tidak melebihi 3 (tiga) bulan.
Pengusaha wajib untuk membayar upah
kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan
tetapi pengusaha tidak mempekerjakan baik karena kesalahan sendiri maupun
halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
Apabila upah terlambat dibayar,
maka mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana
seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% (lima persen) untuk tiap
hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu
persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu
untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah
yang seharusnya dibayarkan.
Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit
atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang harus
didahulukan pembayarannya. (UU 13/2003, PP 8/1981 & PERMEN 01/1999)
4. Hak Dasar Pekerja Atas Pembatasan Waktu Kerja,
Istirahat, Cuti Dan Libur
Setiap pengusaha wajib melaksanakan
ketentuan waktu kerja sebagaimana berikut :
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi
waktu kerja harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu)
minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi
waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur yang meliputi:
a. istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya
setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu
istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu;
c. cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas)
hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua
belas) bulan secara terus menerus
d. istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan
dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan
bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus
pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak
lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya
kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
(UU 13/2003)
5. Hak Dasar Untuk Membuat Pkb
Serikat pekerja/Serikat buruh,
federasi dan konfederasi Serikat pekerja/Serikat buruh yang telah mempunyai
nomor bukti pencatatan berhak :
a. Membuat
Perjanjian Kerja Bersama dengan Pengusaha
b. Penyusunan
perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah.
c. Perjanjian
kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan
bahasa Indonesia.
d. Dalam 1 (satu)
perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku
bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan.
e. Masa
berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun.
f. Perjanjian
kerja bersama dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun
berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat
pekerja/serikat buruh.
Perundingan pembuatan perjanjian
kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan
tidak mencapai kesepakatan, maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku,
tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun. Perjanjian kerja bersama paling
sedikit memuat:
a. hak dan kewajiban pengusaha;
b. hak dan kewajiban serikat
pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh;
c. jangka waktu dan tanggal mulai
berlakunya perjanjian kerja bersama;
d.tanda tangan para pihak pembuat
perjanjian kerja bersama.
Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal isi
perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka ketentuan yang bertentangan
tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan
perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.(UU 13/2003 &
UU 21/2000 )
6. Hak Dasar Mogok
Mogok kerja sebagai hak dasar
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib,
dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Sekurang-kurangnya dalam waktu 7
(tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat
pekerja/serikat buruh wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.
Dalam hal pekerja/buruh yang
melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang
sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan
upah. (Dasar hukum UU 13/2003 & KEPMEN 232/2003)
7. Hak Dasar Khusus Untuk Pekerja
Perempuan
Pekerja/buruh perempuan yang
berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul
23.00 s.d. 07.00. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan
hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul
07.00. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00
s.d. pukul 07.00 wajib:
a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat
kerja.
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00. Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja perempuan dengan alasan menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid
merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada
hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pekerja/buruh perempuan berhak
memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya
melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut
perhitungan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami
keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh
perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk
menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. (Dasar hukum
UU 13/2003, PERMEN 03/1989 & KEPMEN 224/2003)
2.9 Hubungan Saling Menguntungkan
Manajemen finansial terkait dengan tanggung jawab
atas performance perusahaan terhadap penyandang dana. Hubungan
baik dijalin dengan memberikan margin dan saling memberikan manfaat positif.
Adanya balas jasa perusahaan terhadap investor berbentuk rate of return.
Hubungan pertanggungjawaban sebagai petunjuk konsistensi dan dan konsekuensi
yang logis. Hubungan pertanggung jawaban dilakukan secara layak dan wajar.
2.10 Persepakatan Penggunaan Dana
Pengelola perusahaan mau memberikan informasi tentang
rencana penggunaan dana sehingga penyandang dana dapat mempertimbangkan peluang
return dan resiko. Rencana penggunaan dana harus benar-benar transparan,
komunikatif dan mudah dipahami. Semua harus diatur atau ditentukan dalam
perjanjian kerja sama penyandang dana dengan alokator dana.
2.11 Studi Kasus Pelanggaran Etika Bisnis
Dalam Bidang Pemasaran
Jaringan rumah makan siap saji asal Indonesia.
Restoran ini menyajikan makanan khas Indonesia seperti nasi goreng, mi goreng,
kwetiau goreng, dan masih banyak lagi. Saat ini sudah terdapat lebih dari 50
gerai di kota-kota di Indonesia. Isu mengenai penggunaan angciu dan
minyak babi di restoran “S” ternyata masih merebak. Meskipun sudah dibantah
oleh manajemen “S”, kabar fiktif itu terus bergulir di media sosial.
Inilah kisah dosen akuntansi salah satu universitas
negeri tentang restoran “S” yang tidak memiliki sertifikasi halal dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI) itu. “Ada kerabat yang mau beli franchise “S”. Tapi
ketika mau bikin kontrak perjanjian, ternyata pihak pemilik franchise
mewajibkan penggunaan angciu (arak) dan minyak babi dalam beberapa masakan,”
ujarnya.
Hal itu dikomentari oleh teman saya yang ikut saat mau
bikin kontrak perjanjian. “Lho, itu kan haram?” protesnya. Tapi, kata
Prof, jawaban pemilik franchise sungguh arogan dan mencengangkan. Menurut
pemilik franchise, “S” mewajibkan menunya menggunakan minyak babi dan
angciu. ”Di sini (“S”) wajib pakai itu. Lagian kita gak pakai label halal
kok. Kalau gak mau ya sudah,” ujar pihak “S” sebagaimana diungkap Prof.
Sementara PT “SS” selaku perusahaan yang membawahi
restoran ini membantah hal tersebut. “Isu yang berkembang itu tidak
benar. Minyak-minyak kami memakai brand-brand halal. Semua makanan kami halal,”
kata Operational Manager “S”, Namun ia membenarkan bahwa sampai saat ini
perusahaan belum mempunyai sertifikasi halal dari MUI.
Saat ini perusahaan sedang mengumpulkan
sertifikat-sertifikat dari para supplier. “Supplier kita kan banyak, kita
sedang kumpulkan sertifikatnya sebagai syarat mengurus ke MUI,” katanya.
Majelis Ulama Indonesia melalui Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan
Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) membenarkan restoran “S” belum
mengantongi sertifikat halal.
“Maka, bersama ini disampaikan bahwa MUI melalui Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia belum
pernah melakukan pemeriksaan atas produk makanan/minuman dan atau mengeluarkan
sertifikat halal untuk restoran “S” di mana pun,” tulis MUI di situs
resminya
Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, apakah pemilik
bisnis “S” salah? Yang salah utamanya adalah bila ada pebisnis Muslim yang
tutup mata dan tetap mengambil bisnis ini. Lebih salah lagi adalah para Muslim
yang sudah tahu info ini tetapi juga tutup mata dan makan di sana. Karena
itu, informasi ini hendaknya tidak untuk diri sendiri. Kabarkan kepada saudara
Muslim di seluruh Nusantara dan Internasional akan haramnya “S”.
Dalam hubungan itu, ada sebuah kisah nyata. Dikisahkan
ada seorang ustadz senior dari Indonesia duduk di rumah makan di negara
Singapura. Dia kemudian didatangi oleh pelayan rumah makan tersebut. Melihat
jenggot panjang tamunya, pelayan menyapa, “Apakah bapak Muslim?” tanya pelayan
kepada tamunya. “Ya, saya Muslim,” jawab ustadz. “Maaf, di sini restoran
pakai babi. Bapak sebaiknya makan di restoran sebelah yang halal 100%,” saran
si pelayan. “Terima kasih,” jawab ustadz yang kemudian berdiri dan pindah
ke restoran sebelah.
Kembali ke negeri kita. Meski Muslim di negeri ini
mayoritas, tetap tidak bisa memaksa pihak pengusaha rumah makan harus memakai
label halal dan atau harus seperti yang kaum Muslimin inginkan. Umat Islam
sendiri yang harus mawas diri, saling menasihati, mana halal dan mana haram
(juga meragukan karena bercampur antara yang halal dengan yang haram) sebagai tanda
kedewasaan keimanan kita.
Sementara itu untuk para pengusaha restoran yang
menggunakan barang-barang yang haram dalam pandangan Islam, hendaklah
mencantumkan label mengandung babi atau mengandung arak dan seterusnya pada
rumah makannya. Sekiranya imbauan ini tidak diindahkan, maka umat Islam melalui
elemen ormas-ormas yang ada akan bertindak. Apa tindakannya? Yakni dengan
memberi label yang sangat besar dan menempelkanya di tempat usaha yang haram
tersebut dengan label mengandung babi atau angciu atau lainnya yang
mengharamkan. Hal ini untuk menyelamatkan kaum Muslimin dari mengonsumsi
makanan haram.
Karena itu, untuk menjaga dari masuknya makanan yang
mengandung minyak babi, arak angciu, dan yang sejenis, umat Islam seyogianya
tidak mendatangi rumah makan yang diduga menggunakan kandungan haram tersebut,
tidak pula duduk, apalagi makan dan minum di sana!
ANALISIS
Berbagai kasus yang ada menunjukkan bahwa
etika bisnis belum di jalankan secara maksimal baik di lihat dari etika promosi
maupun keadilan konsumen. Menurut Mahmoedin (1996 : 7) akibat para pelaku
bisnis yang tidak memperhatikan etika dalam bisnis adalah :
1. Perusahaan / bisnis yang rusak namanya
karena tidak menggunakan etika dalam berbisnis akan dimusuhi mitra usahanya.
2. Bisnis yang tidak menghiraukan etika
akan hancur karena konsumen bukan benda mati yang gampang dibodohi.
3. Jika bisnis itu merusak lingkungan,
maka akan rugi bahkan masyarakat akan menghukumnya sebagai perusak alam dan
lingkungan yang pada gilirannya perusahaan tersebut akan dikucilkan.
4. Kekuasaan yang terlalu besar dari
bisnis jika tidak diimbangi dengan tanggung jawab social yang sebanding akan
menyebabkan bisnis tersebut menjadi kekuatan yang merusak masyarakat.
Dengan kasus diatas perlu diperhatikan
prinsip-prinsip etika bisnis menurut Mahmoedin (1996 : 81) :
1. Bersifat Bebas : Kebebasan adalah
syarat yang harus ada agar manusia bisa bertindak etis. Manager harus bebas
mengembangkan usahanya.
2. Bertanggung Jawab : Perbuatan yang
menjunjung tinggu etika dan moral, sehingga kebebasan diberikan dapat
dipertanggung jawabkan.
3. Bersikap Jujur : Kejujuran adalah
suatu jaminan dan dasarbagi kegiatan bisnis terutama dalam jangka
panjang.
4. Bertindak Baik : Secara
aktif melakukan kegiatan berbuat baik kepada masyarakat dan kegiatan yang
saling menguntungkan dengan masyarakat.
5. Bersikap Adil :
Memperlakukan setiap orang sesuai dengan hak.
6. Bersikap Hormat :
Menghargai orang lain.
7. Bersikap Informatif : Informasi
diperlukan bagi konsumen dan pelanggan tentang produk barang dan jasa yang
ditawarkan.
Keadilan dalam konsep pemenuhan hak
konsumen berkaitan dengan transaksi antara perusahaan / pebisnis dengan
konsumen harus menerapkan berbagai norma moral dan etika yang berlaku di
lingkungan masyarakat yang meliputi kebenaran, kejujuran dan keadilan, sehingga
kalau terjadi ketidak adilan kepada konsumen, pebisnis harus bertanggung
jawab.
Guna melindungi konsumen muslim yang
selama menjadi pelanggan restoran, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau
restoran atau rumah makan yang belum bersertifikasi halal agar segera
mengajukan sertifikasi halal. Untuk berhati-hati sebaiknya masyarakat muslim
Indonesia menahan diri terlebih dahulu sampai sertifikasi halal dikeluarkan.
Merujuk pada hukum islam, jika tidak tau ya tidak apa-apa, lebih baik
berhati-hati dalam segala sesuatu.
BAB III
PENUTUP
3. Kesimpulan
Etika bisnis adalah cara-cara untuk
melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Dalam pendekatan pasar, terhadap perlindungan
konsumen, keamanan konsumen dilihat sebagai produk yang paling efisien bila
disediakan melalui mekanisme pasar bebas di mana penjual memberikan tanggapan
terhadap permintaan konsumen. (Velazquez,2005: 317).
Mengenai persaingan pasar, banyak pula berbagai
peraturan yang muncul. Hal ini sangat krusial karena media berperan
menyampaikan informasi kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan harus
kredibel, netral dan bukan merupakan kepentingan dari pihak- pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber :
NAMA : RATNA SUSANTYNINGSIH
NPM : 18214949
KELAS : 3EA43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar